Orang tua perlu bertindak hati-hati dan bijak. Sebab pola asuh yang salah jelas bakal merugikan anak kelak
Secara teknis, jelas Dr. Jusni Ichsan Solichin, Sp.KJ , pola asuh bisa dikategorikan menjadi tiga. Yakni permisif alias serba membolehkan, otoriter serba melarang, dan demokratis. Yang terbaik, lanjut pengarang buku Pola Asuh yang Mendukung Perkembangan Anak , tentu saja yang demokratis. Di sini anak boleh melakukan sesuatu bila itu dinilainya baik, dan dilarang bila merugikan. Orang tua berperan sebagai kontrol, tanpa perlu mengekang kebebasan anak berekspresi.
Sementara pada pola asuh permisif, salah satu dampak positifnya, anak berkembang sesuai daya kreativitasnya. Namun saking bebasnya, anak jadi tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Yang tertanam di dalam dirinya, bersikap santun boleh, memukul teman juga tidak dilarang. Dalam benak anak yang ada hanyalah pemahaman, dia boleh melakukan yang disukainya tanpa memperhatikan akibatnya buat orang lain.
Sebaliknya, pola asuh otoriter akan membuat anak terkekang. Kreativitas dan kebebasannya terpasung. Selain tidak tahu mana yang benar dan salah, pertumbuhan kepribadiannya juga tidak akan berkembang. Dia senantiasa terkungkung dalam berbagai larangan yang membuatnya tidak berdaya. Tidak mustahil jika ia tumbuh menjadi pribadi tertutup, rendah diri, berkemampuan sosial rendah dan sebagainya.
Nah, dengan pola asuh demokratis yang tidak membatasi anak melakukan sesuatu namun tetap dalam arahan orang tua, pertumbuhan kepribadian dan kreativitas anak bisa jadi optimal. Anak pun dapat mengetahui benar atau salah, yang baik atau buruk. Kontrol sosial pun nantinya akan tumbuh dengan semestinya. Asalkan orang tua melakukan pola asuh secara konsisten, perkembangan anak akan tumbuh dengan baik.
Namun, lanjutnya, bentuk pola-pola asuh di atas merupakan pengkategorian saja. Yang terpenting, justru bagaimana prakteknya di lapangan. Bila orang tua mengaku demokratis, namun kenyataannya tidak, tetap saja akan merugikan anak. Untuk itu, orang tua harus mengetahui aturan dan rambu-rambu dalam mengasuh anak.
Jusni, dalam bukunya memaparkan 11 tuntunan bagi orang tua dalam pengasuhan anak.
Sementara pada pola asuh permisif, salah satu dampak positifnya, anak berkembang sesuai daya kreativitasnya. Namun saking bebasnya, anak jadi tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah. Yang tertanam di dalam dirinya, bersikap santun boleh, memukul teman juga tidak dilarang. Dalam benak anak yang ada hanyalah pemahaman, dia boleh melakukan yang disukainya tanpa memperhatikan akibatnya buat orang lain.
Sebaliknya, pola asuh otoriter akan membuat anak terkekang. Kreativitas dan kebebasannya terpasung. Selain tidak tahu mana yang benar dan salah, pertumbuhan kepribadiannya juga tidak akan berkembang. Dia senantiasa terkungkung dalam berbagai larangan yang membuatnya tidak berdaya. Tidak mustahil jika ia tumbuh menjadi pribadi tertutup, rendah diri, berkemampuan sosial rendah dan sebagainya.
Nah, dengan pola asuh demokratis yang tidak membatasi anak melakukan sesuatu namun tetap dalam arahan orang tua, pertumbuhan kepribadian dan kreativitas anak bisa jadi optimal. Anak pun dapat mengetahui benar atau salah, yang baik atau buruk. Kontrol sosial pun nantinya akan tumbuh dengan semestinya. Asalkan orang tua melakukan pola asuh secara konsisten, perkembangan anak akan tumbuh dengan baik.
Namun, lanjutnya, bentuk pola-pola asuh di atas merupakan pengkategorian saja. Yang terpenting, justru bagaimana prakteknya di lapangan. Bila orang tua mengaku demokratis, namun kenyataannya tidak, tetap saja akan merugikan anak. Untuk itu, orang tua harus mengetahui aturan dan rambu-rambu dalam mengasuh anak.
Jusni, dalam bukunya memaparkan 11 tuntunan bagi orang tua dalam pengasuhan anak.
1. Harus Disertai Kasih Sayang
Anak sudah dapat merasakan apakah ia disayangi, diperhatikan, diterima, dan dihargai atau tidak. Orang tua dapat menunjukkan kasih sayang secara wajar sesuai umur anak. Dengan mencium atau membelai, berkata lembut, hingga anak merasa ia memang disayang. Pencurahan kasih sayang ini harus dilakukan konstan, tulus, dan nyata sehingga anak benar-benar merasakannya.
2. Tanamkan Disiplin yang Membangun
Perlu memberlakukan tata tertib yang tidak berkesan serba membatasi. Hal ini akan menjadi pedoman bagi anak, hingga ia mengerti perilaku apa yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Juga mengenalkan anak pada disiplin. Dengan demikian ia diharapkan mampu mengendalikan diri sekaligus melatih tanggung jawab.
3. Luangkan Waktu bagi Kebersamaan
Memanfaatkan waktu bersama anak merupakan hal yang sangat penting dalam pengasuhan anak. Dari sini akan tercipta lingkungan dan suasana yang menunjang perkembangan. Orang tua bisa menggunakan waktu tersebut dengan bermain bersama, berbincang-bincang, melatih keterampilan sehari-hari, dan sebagainya.
4. Ajarkan Salah-Benar/Baik-Buruk
Hal-hal yang dapat diajarkan adalah nilai-nilai yang berlaku di lingkungan keluarga, masyarakat sekitar dan budaya bangsa. Misalnya, adat istiadat, norma dan nilai yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan agar anak mudah menyesuaikan diri dengan orang lain. Mintalah anak berlaku ramah dan jujur serta melarangnya menyakiti orang lain. Selain harus terus-menerus dan konsisten, terangkan kenapa perbuatan menyakiti tidak boleh dilakukan sedangkan sikap ramah diperlukan. Dengan begitu anak tahu kenapa mereka dilarang berbuat sesuatu, serta dapat memahami apa arti salah-benar dan baik-buruk.
5. Kembangkan Sikap Saling Menghargai
Sikap saling menghargai dapat dicontohkan. Bila orang tua berbuat salah, jangan segan meminta maaf. Kelak ketika anak berbuat salah, dia pun tak segan meminta maaf. Orang tua yang menghormati anak akan merangsang anak untuk menghargai dan menghormati orang tua maupun siapa saja.
6. Perhatikan dan Dengarkan Pendapat Anak
Jika anak punya pendapat, dengarkan dan berikan perhatian tanpa berusaha untuk mempengaruhinya. Bila perlu, kemukakan pendapat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak. Hal ini akan membuat hubungan orang tua dan anak jadi lebih akrab, hingga anak dapat menyatakan perasaannya. Termasuk perasaan yang baik dan buruk, seperti marah dan tidak senang, tanpa takut kehilangan kasih sayang dari orang tua.
7. Membantu Mengatasi Masalah
Anak butuh bimbingan kala menghadapi masalah, namun orang tua jangan sesekali memaksakan pendapatnya. Pahami masalah sesuai sudut pandang anak dan berikan beberapa pendapat serta doronglah anak untuk memilih yang sesuai dengan keadaannya.
8. Melatih Anak Mengenal Diri Sendiri dan Lingkungan
Ajaklah anak mengenal dirinya. "Saya ini anak laki-laki" atau "Saya adalah anak perempuan." Lalu mengenalkan orang lain di lingkungannya, ada ibu, bapak, kakek, nenek, paman dan lainnya. Dengan demikian, semakin lama pengenalan anak kian luas. Anak juga perlu dilatih mengenal emosi dan cara menyalurkan emosi yang baik agar tidak menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.
9. Mengembangkan Kemandirian
Rangsanglah inisiatif dan berikan kebebasan untuk mengembangkan diri. Beri kesempatan mengerjakan sesuatu menurut keinginan mereka sendiri. Tentu saja asalkan tidak bertentangan dengan norma masyarakat. Untuk memupuk inisiatif anak, beri pujian pada apa yang telah berhasil dilakukan dan bukan malah mencelanya.
10. Memahami Keterbatasan Anak
Setiap individu, termasuk anak, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Orang tua hendaknya jangan menuntut melebihi kemampuan anak. Yang tak kalah penting, jangan pernah membanding-bandingkan anak yang satu dengan anak yang lain.
11. Menerapkan Nilai Agama dalam Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai agama perlu diajarkan sejak usia dini sekaligus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Cara paling baik, beri contoh dan minta anak berlaku sama. Misalnya berdoa sebelum melakukan kegiatan apa pun, memaafkan kesalahan orang lain, mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan dan lain-lain.
Posting Komentar